Hai, cinta lamaku!
Apa kabar sekarang? Masih suka ngupil sembarangan? Aku rindu melihat kamu melakukannya. Kegiatan jorok itu tampak indah bagiku, karena itu kamu. Coba saja kegiatan itu dilakukan oleh teman sebangkumu, wanita yang berotot itu, pasti aku jijik.
Oiya, aku ada kabar gembira buatmu. Buatku sih tepatnya, tapi semoga kau ikut bahagia untukku. Kabar gembiranya adalah... Aku punya teman baru. Hehehe..
Baru saja menjadi temannya aku sudah bahagia gini. Teman baruku itu orangnya asik, sih. Dia wanita yang cantik, aku suka dia sepertinya. Dasar aku ini, gampang sekali jatuh cinta, dan sulit untuk melupakan. Iya, kan? Tapi tetap, jatuh cintaku yang paling indah masih karena kamu. Tapi ini tidak kalah indah.
Kamu jangan cemburu, cinta lamaku. Ini semua aku lakukan untukmu juga. Kan kamu yang meminta aku untuk melupakanmu, ingat?
Tapi aku tidak akan melupakanmu, itu hal yang mustahil. Aku hanya akan tidak mencintaimu lagi. Dan sepertinya ini berjalan dengan baik.
Sudah dulu ya, aku mau keluar sama teman baruku itu.
Salam, Cinta lamamu.
0 Cinta lama, teman baru.
0 I Lost In You
0 Tentang Aku
0 Menunggu....
Apa yang lebih menyakitkan dari menunggu? Yak, benar! Menunggu hal yang tidak pernah datang. Akan terobati rasanya, bosan yang kita rasakan saat menunggu, bila yang ditunggu telah datang. Tapi, bagaimana bila tidak datang? Atau, tidak akan pernah datang? Iya, sakit. Untuk urusan yang melibatkan rasa sakit ini, kalian sendirian kawanku. Aku tidak mau ikut merasakannya.. Atau, tidak mau merasakannya lagi.
Menunggunya untuk menyatakan cinta padamu? Itu tidak akan terjadi, teman. Terimalah kenyataan. Berhentilah menunggu, karena itu tidak akan pernah datang. Sebaiknya datangi dia, dan tanyakan langsung padanya. Jangan lagi menunggu. Setidaknya kau akan tau yang sebenarnya.
"Untuk hal-hal yang bisa kau lalui tanpa menunggu, maka jangan menunggu."
Jika sudah tau menunggu itu membosankan, kenapa masih saja menunggu?
0 PACAR JADI MUSUH atau MUSUH JADI PACAR ?
Kamu lebih pilih mana ? atau kamu pernah mengalami yang mana? perlukah setelah putus pacaran terus musuhan? tapi kayaknya asikan dari musuh terus jadi pacar deh, yakan?
- Pacar Jadi Musuh?
Tapi sebagian orang menjauhin mantan pacarnya bukan karna mau musuhan, tapi lebih kepada agar lebih cepat ngelupain si mantan aja. Kalo masih sering ketemu mantan ya kapan mau MOVE ON nyaaaaaaaa? bener kan? tiap hari masih bbm-an, kadang jalan, kayak memberi harapan buat balikan, kalo emang mau balikan sih gak masalah.
Tapi ada juga sih yang abis putus emang musuhan beneran, ini biasanya kalo putusnya itu tidak secara baik-baik. YAKALO BAIK-BAIK AJA NGAPAIN PUTUS?!!!!
Yaelah..
Emang sebaiknya sih kalo udah putus dan mau move on cepat itu harus membatasi komunikasi dengan mantan, ya di batesinlah.. di kasih jarak, di kurang-kurangin jalan barengnya, kalo bisa gak perlu jalan bareng lagi. Terkesan musuhan sih tapi sebenenya bukan musuhan, lebih kepada menjaga jarak aja. Tapi kalo kalian lebih milih tetap deket sama mantan kalian, tetap temenan gitu gak masalah sih.. tapi ini biasanya orang-orang yg susah buat move on, atau masih ngarep buat balikan. ya gitu dehhh....
-Musuh Jadi Pacar?
Nah.. ini nih yang asik, dari yang awalnya musuhan, ejek-ejekan terus jadi pacaran..
awalnya sih benci, lama-lama jadi cinta.. :)
awalnya sih ejek-ejekan, kesininya malah sayang-sayangan..
yang beginian sih biasanya terjadi di sekolahan, biasanya ya.. ini cintanya anak-anak sekolah, temen sekelas yang menjadi musuh terbesar.. saingan dalam beberapa mata pelajaran mungkin, atau bersaing menjadi juara kelas. Ya kayak yang ada di FTV itulah.. dunia tiba-tiba berbalik, orang yang paling di benci berubah jadi yang paling di cari, orang yang paling nyebelin menjadi yang paling ngangenin.. ANEH? bukan aneh, cinta emang gitu.. pernah ngalamin kan?
Dari benci menjadi cinta...
aduhhh... so sweet banget yah, yang dari benci banget jadi sayang banget..
Begitulah cinta, bisa membuat pacar menjadi musuh, bisa membuat musuh menjadi pacar. Tapi apa pun itu nikmatin sajalah..
0 Cerita Kebodohan Masa Kecil
Termasuk aku sendiri. Saat kecil aku anak yang jail, suka menertawakan banyak hal. Termasuk menertawakan kebodohanku sendiri.
Aku masih ingat ketika SD kelas 2, kira-kira umurku 8 Tahun. Hah?! Kelas 2SD umur 8Tahun? Iya, waktu itu aku punya ayah yang super asik, saat aku umur 6Tahun ayah bertanya padaku apakah aku sudah mau dimasukkan sekolah? Dan jawabanku TIDAK! Ayah menerima jawabanku dengan lapang dada. Jadinya umur 7Tahun barulah aku masuk SD.
Karena masih kecil, gak mungkin dong berangkat dan pulang sekolahnya dibiarin sendirian. Mestinya dianter jemput sama ibunya, seperti kebanyakan anak kecil yang lain deh. Tapi, karena aku memiliki ibu yang super sibuk, aku diberangkatin sekolah bareng pak Uteh. Pak Uteh itu kerjanya sebagai tukang antar-jemput anak sekolahan, naik becak yang pak Uteh buat sendiri. Ibuku membayar sejumlah uang perbulannya untuk jasa pak Uteh. Bareng 9anak lainnya aku berangkat sekolah setiap pagi diantar pak Uteh. Sebenernya aku males berangkat sama pak Uteh, karena di dalam becak itu kebanyakan anak-anak ceweknya. Tau deh anak-anak suka banget ejek-ejekan. Tapi aku gak bisa berbuat banyak, karena ibu selalu mengawasi tiap pagi sampai aku benar-benar naik ke becak pak Uteh itu. Beda cerita saat pulang sekolah, aku selalu menghindar dari pak Uteh. Aku ngumpet tiap kali pak Uteh datang menjemput, sampai pak Uteh lelah mencari dan menunggu aku, dan pergi bersama anak-anak yang lain. Lalu aku pulang sendiri naik angkot. Pak Uteh tau aku menghindar darinya, dan selalu menceritakan pada ibuku tentang keluhannya. Dan saat tiba di rumah, aku langsung diomelin sama ibu. Ya, namanya juga ibu-ibu.
Sampai pada suatu hari yang cerah, pak Uteh baru saja pergi meninggalkan sekolahku setelah lama menungguku yang tak kunjung datang karena bersembunyi. Aku senang, aku ngata-ngatain pak Uteh, ngoceh sendiri. Yaudah aku mau pulang nih, naik angkot lagi. Uangku di saku tinggal 100rupiah, pas-pasan untuk ongkos. Uangku habis kubelikan jajanan saat jam istirahat tadi. Aku pegangi terus uang itu di tangan kananku, aku berhentikan angkot lalu naik menuju pulang ke rumahku. Di dalam angkot aku masih memegangi uang logam 100rupiah itu, aku asik menikmati perjalanan menuju rumah. Penumpang yang lain udah pada turun, tinggal aku sendiri. Angkot yang aku naikin ini sudah sangat buruk, bangkunya bolong-bolong, banyak sobekan dimana-mana. Sampai tiba-tiba ban angkotnya terkena lubang yang cukup dalam, aku tersentak dan menjatuhkan uang logamku ke dalam lubang bangku angkot itu. Aku panik, uang logamku manaaaaa?!!! Aku cari-cari, aku masukkan tanganku ke lubang bangku itu, tapi tidak ketemu juga. Aku makin panik, aku takut, uangku tinggal itu. Rumahku semakin dekat dan uang logam itu belum juga kutemukan. Tidak ada orang lain di dalam angkot tempat meminta pertolongan, aku harus bagaimana? Baru saja kulihat rumahku kelewatan, aku makin takut. Aku takut turun, tapi aku lebih takut kejauhan dari rumah. Aku beranikan diri, aku pencet aja belnya. Angkot berhenti, aku turun dengan langkah kaki yang gemetar. Aku nggak lari, aku samperin supir angkotnya. Abang supir angkotnya menjulurkan tangan, tanda meminta ongkos. Aku diam. Mana ongkosnya, dek? Tanya abang itu. Aku menangis kencang di depan wajahnya. Huaaaaaaaaaa!!!! Aku nggak ngomong, aku cuma nangis, yang kencang. Huuuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!! Mungkin abang supir angkot itu sedih melihatku. Yaudah, pergi sana. Kata abang itu sambil menjalankan angkotnnya.. Aku berjalan menuju rumah sambil menangis, orang-orang melihat ke arahku, tapi aku tetap nangis, makin kencang. Cukup jauh aku berjalan, sampai di rumah ibu ikutan panik mendengar tangisanku. Tapi namanya juga ibu, sangat pandai menenangkan anaknya, dan juga ibu memang tempat untuk mengadu. Aku ceritakan semua sama ibu, dan tetap aja, aku diomelin lagi. Yaudah, aku terima untuk yang satu ini.
Sejak hari itu, aku memilih pulang bareng pak Uteh.
0 Bidadari berambut "cepol"
Hei! Dia sadar kalau sedang aku perhatikan. Dia melihatku! Aku kepergok.. Aku buru-buru memalingkan wajah, mencoba membuat kesibukan. Aku mainkan henponku, padahal lagi mati. --"
Tapi aku sok sibuk aja.
Cepolan rambutnya sesekali lepas, lalu rambut yang indah itu terurai dengan indah. Karena dia lupa mungkin membawa ikat rambutnya. Saat dia mengangkat kedua tangannya, untuk merapikan lalu mencepol rambutnya lagi, saat itu juga aku sangat ingin memeluk tubuhnya dari belakang. Lalu membisikan ketelinganya dengan lembut: aku suka semua yang ada padamu.
Tapi hayalan itu harus aku hentikan, karena ternyata ada seorang pria yang duduk di depannya, dan membantu membenarkan rambut indah itu. Pria yang beruntung sekali. Karena ia tak begitu cocok untuk bidadari itu. Pria itu terlalu pendek untuk kaki indah yang kokoh itu. Bahkan wanita itu terlalu cantik untuk menjadi pacar si pria pendek. Tapi entahlah.. Mungkin wanita itu mau menerima, dan tidak terlalu pilih-pilih. Entahlah.. Kalau dibanding-bandingkan, apa kelebihan pria itu dariku? Sudah jelas lebih tinggi dan tampan aku darinya. Sekali lagi, pria itu hanya beruntung mendapatkannya, terlalu beruntung malah. Tapi tidak, ini hanya masalah waktu. Pria itu lebih dulu bertemu bidadari itu, waktu yang tepat. Coba saja aku yang lebih dulu?
Ah, aku hanya iri pada pria itu. Tapi wanita itu pantas mendapatkan yang lebih baik, seharusnya.
Aku tidak pernah tahan dengan wanita seperti ini.. Seperti itulah gambaran bidadari buatku.
0 Beautiful Waitress :)
Sore itu suasana terasa membosankan, aku beserta beberapa temanku hanya terdiam terhanyut oleh kesunyian. Di sela-sela suasana yang begitu sunyi seorang temanku mengajak kami ngopi-ngopi di sebuah coffee shop di tengah keramaian kota sambil menunggu matahari terbenam, dengan cepat kami semua menerima ajakannya, kami segera menuju ke motor masing-masing dan menuju coffee shop tersebut.
Dari tempat kami sekarang sekitar 15 menit perjalanan menuju coffee shop tersebut, sampai di sana kami langsung parkirkan motor masing-masing, aku melihat bangunan coffee shop tersebut, berdiri kokoh dengan 3 lantai berwarna merah marun.
Logo coffee shop tersebut berwarna kuning cerah dengan gambar seorang pria sedang membuat secangkir kopi, terpampang di pinggir jalan di depan ruko berlantai 3 itu. Kami masuk, dari 3 lantai yang tersedia kami memilih lantai 2, kami duduk di sudut ruangan mengarah ke jalanan kota yang ramai lalu lalang kendaraan. Di depan kami pula terpampang matahari sore berwarna oranye agak gelap yang begitu indah untuk pemandangan sore itu. Kami duduk di sofa berwarna hitam, suasana tempat ini cukup riuh, setiap pengunjung asik dengan kegiatannya. Aku melihat ke sebelah kiri dari meja kami ada seorang pria duduk sendiri, sedang asik dengan laptopnya tanpa menghiraukan sekelilingnya, aku berpaling ke arah belakang meja kami duduk 4orang wanita sedang tertawa lepas menggosipkan sesuatu.
Pelayan datang menghampiri kami, menanyakan pesanan sambil menunjukkan buku menu di coffee shop tersebut, seorang wanita berambut pendek bergaya agak tomboi, berparas manis dengan wajah yang agak di tekuk. Mungkin ia lelah sudah bekerja setengah harian, kami pun tak mau menambah kesal hatinya, kami langsung memilih pesanan. Aku memilih "sanger panas" minuman yang pas menurutku untuk menemani sinar mentari yang mulai redup.
Menunggu 5 menit sambil bercanda pesanan kami pun datang, di antarkan oleh seorang pelayan wanita, bukan.. bukan pelayan yang tadi, yang ini berbeda. Ia berhijab, berbadan langsing, cukup tinggi untuk ukuran wanita, dia ini cewe banget, berbeda dengan yang tadi, wajah wanita ini begitu bersinar, bibir tipisnya terus memberikan senyum ke arah kami. Wajahnya ayu, terasa sejuk tiap melihat ke arah wajah dengan bibir tipis itu. Aku suka memandang wajahnya, aku suka membalas senyumnya, aku suka dia yang mengantarkan pesanan kami.
Setelah mengantarkan pesanan kami, ia langsung bergegas pergi, ia harus bekerja lagi, ia harus mengantarkan pesanan yang lain. Mataku belum beralih darinya sembari ia pergi meninggalkan kami, saat ia turun ke lantai 1 barulah aku memalingkan pandanganku.
Aku mulai menyukai coffee shop itu, aku mau datang tiap sore untuk duduk memandangi matahari yang terlihat jelas dari situ sembari mencuri-curi pandang ke arah si wanita berwajah ayu pengantar pesanan kami. Aku suka tempat itu, aku suka suasana itu, aku suka wanita itu. Ya, aku rasa aku suka wanita itu. Hei, aku suka kamu..